Bawel Kepenulisan
Saya sering ragu buat menulis lagi karena belakangan saya ngerasa punya dua kekhawatiran besar yang muncul saat di depan kertas kerja. Tiba-tiba overthingking-lah:
- mulai dari teknik menulis yang stack dan enggak kunjung baik--saya yakin misal saya kirim tulisan ke Nyimpang.com Arini (Sang Editor) akan ngomel-ngomel. Tentu karena banyak hal dasar dari menulis (konteks: menulis esai) saja saya masih acak-acakan. Hal ini bikin banyak ide gagal dieksekusi jadi tulisan. Boleh dibilang memang takut salah duluan. Di depan papan ketik saya sering gelagapan sampai akhirnya membalikan niat dengan bilang enggak apa-apa ga ketulis toh enggak penting-penting amat topiknya. Padahal nyeselnya sekarang.
- Kemudian saya khawatir kalau esai-esai yang saya tulis ternyata emang beneran enggak penting untuk dibahas. Saya enggak tahu kenapa pikiran semamcam ini muncul lagi. Padahal dulu dimarahin banget sama Farid (mentor nulis saya) kalau ngomong kaya gitu. Tapi sekarang agak berbeda sama dulu. Maksudnya, dulu khawatir apa yang saya bahas enggak penting buat pembaca. Kalau sekarang khawatir enggak penting dibahas karena kalau sampai ditulis itu malah buang-buang waktu. Saya mengira ada hal yang lebih penting dari nulis panjang-panjang tentang topik yang sepertinya penting. Nyatanya kalau direfleksi lagi mah da enggak sesibuk itu saya teh. Bikin tilu paragraf weh tong loba-loba.
Tapi yang namanya kekhawatiran kayanya lumrah ketika kita mau berkarya dan boleh jadi klise belaka. Alasannya bisa sama kaya yang saya alami tadi atau karena faktor lain: malas misalnya, atau nunggu waktu yang pas dan mood yang baik, meski ujungnya gak kekerjain juga. Hal semacam itu mirip ketika kita mau nyelesain tugas sekolah atau kerjaan kantor. Tentu dari sini kita akan tahu bahwa karya sendiri akan lebih sering gagal selesai karena tuntutannya tidak semenegangkan tuntutan guru atau atasan. Kita akhirnya lebih suka ngemanjain projek karya sendiri.
Terus apa yang mesti dilakukan sebagai langkah penanggulangan? (edas udah kaya banjir mesti ditanggulangi) Berbicara hal ini, saya jadi teringat sama salah satu teknik dari jepang yang cukup mulai dengan langkah paling malas: Misal kamu mampunya satu detik untuk bikin satu kalimat saja, maka kita lakukan itu. Nah di sisi lain, kolaborasikan cara jepang tadi dengan dorongan berkarya dari melamun atau kegabutan, saya namai demikian karena gatktau nama ilmiah atau resminya apa.
Saya ceritakan dulu bagaimana maksud dorongan berkarya dari melamun atau kegabutan itu: Pernah enggak kalian merasa ketika pikiranmu kosong dan dadamu pengen diisi sesuatu yang entah apa, di sisi lain kalian ngerasa pula satu bumi ini membosankan dan cuma diisi hal atau persoalan yang itu-itu aja. Terus entah alasan apa juga kita ambil pulpen, atau kuas; gitar; bola atau skill yang kita kuasai dengan barang pendukung apapun. Lantas kita iseng tanpa berharap atau berekspektasi apa-apa membuat suatu karya. Kemudian menyadari hasil isengmu ternyata oke juga. Nah, tinggal kalian lanjutkan hasil iseng yang ada tadi jadi projek besar dengan metode jepang di atas.
Ngomong-ngomong aku tulis pembahasan ini kejeda selama tiga harian. Saat melanjutkan tulisan ini saya menyadari satu hal, yaitu format penulisan yang sering saya pakai buat nulis di blog ini ternyata teh terasa kaku banget. Rasanya esai yang buat media teuing. Saya kira ini juga yang bikin banyak kekhawatiran. Format kepenulisan yang kaya gini tu pelan-pelan menyeret saya untuk membuka jurnal, artikel atau referensi-referensi yang relevan untuk tulisan saya.
Misalnya membahas teknik Jepang dan dorongan berkarya dari iseng, gabut dan yang semacamnya tadi itu sebetulnya bisa banget saya cari istilah psikologis sampai bahas ke penggasnya. Tapi itu cukup makan banyak waktu untuk sampai tulisan ini beres. Dan juga tadi. Pas jadi tulisannya kaku banget dan bukan blog banget. Terus pas dibaca-baca ulang baru timbul merasa apa yang ditulis 'enggak terlalu penting' amat.
Intinya, saya pengen mampu lepas dari kekhawatiran di atas selama nulis di blog ini. Boleh jadi ada saatnya saya betul-betul nulis seberantakan dan enggak diedit sama sekali. Ada saat saya sedang latihan format baru–tanpa dihantui koreksi dari pembaca dan bimbang sama tolak ukur pentingnya topik yang tengah dibahas. Semoga berhasil konsisten. Inget Hilmy, Hilmy bukan orang sibuk dan Hilmy penulis. Jadi harus lebih giat lagi. Manfaatkan blognya soalnya udah langganan domain setahun. Sayang kalau enggak produktif.

Komentar
Posting Komentar